"Ahok berarti galau. Pemimpin itu harus menyelesaikan kegalauan rakyat, kalau dia galau bagaimana dia menyelesaikan kegalauan rakyat," ujar Adian saat berbincang di Bumi Pospera, Jl Basuki Rahmat No.2 Cipinang Muara, Jakarta Timur, Sabtu (25/6/2016).
Menurut Adian, Ahok mengalami kebingungan di mana ia sebenarnya ingin maju lewat jalur independen namun membutuhkan kendaraan politik. Namun jika lewat partai, Ahok disebutnya takut akan ada hutang politik dari partai-partai yang mengusungnya sehingga tidak bisa bekerja tanpa ikatan.
"Ahok ketakutan disandera. Sama kayak orang jomblo takut kawin. Nanti takut diatur istri, nanti takut diatur partai. Kalau begitu terus berpikirnya, dia nggak kawin-kawin. Menikah dengan berpolitik atau berpartai sama-sama indah seninya," tutur Adian.
Ketua Dewan Pembina Pospera ini juga mengutip pernyataan Proklamator Soekarno. Bahwa kata dan perbuatan haruslah sama jika tidak ingin disebut sebagai seorang yang munafik.
"Kalau Bung Karno mengatakan kata dan perbuatan harus sama. Kalau tidak artinya munafik. Gue membuat koridornya, itu kata Bung Karno. Tapi apakah Ahok munafik? Tanya sendiri ke Ahok," ujar dia.
Adian juga menyinggung soal pilihan calon independen dalam pilkada yang dianggapnya kurang ideal. Sebab relawan yang melakukan penggalangan dukungan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban mana kala calon terpilih tidak bekerja dengan benar.
"Kalau relawan begitu menang dia bubar. Kalau nggak bener, rakyat komplain ke siapa. Kalau partai politik ada sanksinya, saat pemilu berikutnya nggak usah dipilih lagi. Dalam persepsi itu kita bilang independen tidak lebih baik," sebut Adian.
"Gue belajar demokrasi 24 tahun, jadi jangan Teman Ahok bicara demokrasi sama gue lah. Kalau semua mesin partai bergerak berat kalau independen. Saya rasa sulit lolos karena relawannya tidak mengikuti pelatihan seperti di partai. Ambil KTP-nya serampangan demi mengejar target," lanjut anggota DPR RI itu.
Jelang Pilgub DKI 2017, saat ini relawan Jokowi terbelah. Ada yang mendukung Ahok, dan ada yang tidak. Sejumlah eks relawan Jokowi yang cukup berperan aktif saat Pilpres 2014 lalu juga sudah melakukan konsolidasi dengan Teman Ahok dan partai-partai pendukung Ahok yaitu Golkar, NasDem, dan Hanura.
Baca Juga: Dituding Teman Ahok, Ini Kata Adian Napitupulu
Pospera yang dibentuk dari barisan relawan Jokowi pun tidak ingin ikut latah. Adian mempersilakan saja mantan relawan Jokowi jika ada yang ingin berpindah haluan dari tujuan sebelumnya untuk pengabdian terhadap Jokowi. Ia juga bercerita bahwa awalnya tidak ingin ikut-ikutan terlibat dalam panasnya Pilgub DKI.
Hanya saja Adian lalu mulai buka suara karena sempat melakukan pembicaraan dengan Jokowi. Pada saat bertemu dengan Adian, orang nomor satu di Indonesia tersebut sempat mengisyaratkan bahwa ia ingin agar Ahok maju lewat jalur parpol.
"Pospera sudah ada sekian lama, kapan kita bicara soal Pilkada. Kita asik ngurusin rakyat. Lalu tanggal 1 Juni Jokowi bicara pada kita di Atrium, tolong sampaikan ke Ahok 1,2,3 (pesannya). Saya sudah sampaikan berkali-kali, dan berani tanggung jawab," beber Adian.
"Tanggal 7 Juni saya telepon Ahok begini-begini (menjelaskan). Saya tunggu satu dua hari sampai 13, Ahok tidak berubah. Kita hajar. Bagi kita Ahok tidak menjalankan apa yang diinginkan presiden," imbuhnya.
Akhirnya Adian pun memutuskan mengambil sikap dengan membuka perbincangan antara dirinya dengan Jokowi. Karena Ahok tidak mengindahkan pesan Jokowi, ia pun merasa kecewa. Meski di Pospera juga terdapat politisi dari partai pendukung Ahok, secara organisasi partai para aktivis ini tidak memberika dukungan untuk cagub DKI incumbent itu.
"Kami relawan Jokowi, bukan relawan Ahok. Tidak menjalankan perintah Jokowi, sama saja mengajak kami untuk tidak mendukung dia (Ahok). Kita akan mendukung apa yang disampaikan oleh presiden. Partai-partai punya pilihan sendiri nantinya, tapi secara organisasi Pospera dia akan ikut Presiden," pungkas Adian.