JAKARTA – Mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan
Nasional Narkotika (BNN) Irjen (Purn) Benny Mamoto menilai, ada enam
kejanggalan di balik cerita tereksekusi mati, Freddy Budiman.
Menurut dia catatan Haris Azhar soal pengakuan Freddy Budiman itu harus diuji kebenarannnya.
Pertama, Benny memandang, mengapa tulisan Haris tersebut baru
diekspos setelah sumber utamanya, Freddy Budiman dieksekusi mati. Haris
menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat, sedangkan polisi tidak
bisa mencari tahu kebenarannya lantaran Freddy sudah tewas.
“Kenapa tidak sebelumnya diekspos. Dia (Haris) katanya tahun itu
2014, sementara sudah lama Freddy isunya dieksekusi mati. Freddy itu
sudah tidak bisa dikonfirmasi. Kalau Freddy masih hidup mungkin bisa
diselidiki,” kata Benny.
Kedua, dalam tulisan Haris, dia mengaku, tidak bisa mencari pengacara
Freddy dan tidak menemukan isi pledoi pengadilan. Menurut Benny, Haris
seakan memudahkan hal yang tidak mungkin disembunyikan dalam pengadilan.
“Coba pelajari tulisannya di alinea-alinea terakhir. Itu tulisannya
dia coba cari pledoi tidak dapat, coba cari lawyer tidak dapat. Nah
sementara kalau di dalam PK (peninjauan kembali) ada lawyernya. Kalau
benar si Freddy sudah mengucapkan pasti ada di dalam plaidoi. Masak
sekelas KontraS, tidak bisa mencari pengacara. Kemudian kalau sudah
dibacakan di dalam sidang itu pasti sudah geger media mem-blow up
informasinya,” beber Haris.
Ketiga, kata dia, saat hendak dikonfirmasi kepada Haris terkait
kebenaran tulisan tersebut, pihak Mabes Polri tidak menemukan jawaban
yang tepat. Kapolri Jenderal Tito Karnavian sendiri mengutus Kadiv Humas
Polri Irjen Boy Rafli untuk menyelami kebenaran tulisan Haris.
“Saya juga mengapresiasi Kapolri karena cepat tanggap dengan mengutus
Pak Boy. Tapi jawabannya “Saya kan hanya menyampaikan pesan bahwa ada
keterlibatan aparat”. Jadi kami harus bagaimana kalau sudah begini. Kami
harus tanya mayat,” ujar Benny.
Keempat, Benny menilai, Polri tidak punya kewenangan dalam
mengeksekusi mati seseorang. Sehingga, tulisan Haris yang menyatakan
Polri membungkam Freddy tidak tepat.
“Dibilangnya gara-gara hukuman mati malah dituduh Polri membungkam
Freddy. Padahal dari dulu isunya Fredi sudah mau dihukum mati.
Eksekutornya juga Kejagung. Kami tidak tahu apa-apa, dieksekusi karena
keputusan Kejagung, tiba-tiba Polri dibilang membungkam,” terang dia.
Kelima, Benny memandang, ucapan seorang pengguna narkoba tidak bisa
dipegang sepenuhnya. Apalagi, kata dia, Fredi merupakan pengguna kelas
berat, yang fungsi otaknya tidak bekerja dengan baik.
“Jelas ngomongnya ngaco karena dia pemakai berat. Saya sudah
memeriksa banyak orang dari sipil, kolonel, danlanal. Kalau diperiksa ya
ngomongnya ngaco. Padahal kalau mungkin informasi tersebut terkuak saat
Freddy hidup dan dia tidak pakai narkoba mungkin bobot kebenaran dari
yang disebutkan tadi itu bisa diselidiki,” jelasnya.
Keenam, pria yang sering kali menangani sepak terjang Freddy ini,
juga menampik bahwa BNN tidak pernah membawa Freddy ke Tiongkok. Dia
mengklaim, otoritas Tiongkok tidak mungkin mengeluarkan izin kepada
Freddy, mengingat yang bersangkutan kriminal.
“Yang terjadi faktanya penyidik dari Tiongkok datang ke Lapas
Cipinang, Jakarta Timur, untuk kepentingan berkas perkara pemilik
narkoba yang ada di Tiongkok. Mereka ini satu jaringan. Dia saat itu
diperiksa sebagai saksi untuk berkas perkara mereka, karena pemasoknya,
ditangkap. Masak dia berhalusinasi terbang ke Tiongkok. Yang benar aja,”
tandas Benny.
Nyanyian Freddy Budiman Palsu, Eks Deputi BNN Ungkap Kejanggalan Pengakuan Freddy
Reviewed by telorcicaknews
on
7/31/2016
Rating: 5